Jadi, minimal kita harus memahami dan meyakini 20 sifat tersebut agar tidak tersesat. Setelah itu kita bisa mempelajari sifat Allah lainnya yang banyak. Sebagaimana wajib dipercayai akan sifat Allah yang dua puluh maka perlu juga diketahui juga sifat yang mustahil bagi Allah. Sifat yang mustahil bagi Allah merupakan lawan dari sifat wajib.
20 Sifat-sifat Allah yang wajib diketahui oleh seorang muslim mukallaf (akil baligh) yang terkandung di dalam al-Quran termasuk juga sifat-sifat Mustahil yang wajib diketahui. Untuk mempermudah mempelajarinya terlampir dibawah ini ringkasan sifat sifat Allah yang wajib dan mustahil.
Sifat-sifat itu adalah:
1- WUJUD
Wujud (ada) adalah sifat Nafsiyyah artinya sesungguhnya Allah itu ada dan keberadaan Nya itu pasti tidak diragukan lagi. Sifat ini juga menegaskan di mana Allah menjadi tidak ada tanpa adanya sifat tersebut.
Wujud artinya ada dan sifat mustahilnya ‘Adam artinya tidak ada. Untuk membuktikan bahwa Allah itu ada bukan hal yang mudah, kecuali bagi orang-orang yang memiliki keimanan yang luhur. Memang kita tidak dapat melihat wujud Allah secara langsung, tetapi dengan menggunakan akal, kita dapat menyaksikan ciptaan-Nya. Dari mana alam semesta ini berasal? Pastilah ada yang menciptakannya. Tidak mungkin alam semesta ini jadi dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan.
Contoh, pernah seorang Badui (Arab dari pegunungan) ditanya, ”Dari mana kau mengetahui bahwa Allah itu ada?”. Kebetulan di muka orang Badui tadi ada kotoran unta. Ia menjawab ”Apakah kau lihat kotoran unta ini? Setiap ada kotoran unta pasti ada untanya. Tidak mungkin kotoran unta itu berada dengan sendirinya”
Sedangkan untuk kita yang hidup di abad serba canggih dan modern cara membuktikannya pula berbeda. Tentu kita melihat pesawat terbang, kereta api, mobil, komputer dan lain-lainnya, sesuatu yang tidak masuk akal jika semua itu terjadi dengan sendirinya. Ya sudah pasti ada pembuatnya. Bahkan sampai benda-benda yang sederhana saja seperti jarum ada yang membuatnya, tidak mungkin jarum itu jadi dengan sendirinya.
Walaupun kita tidak bisa melihat Allah, bukan berarti Allah itu tidak ada. Allah ada. Mesikpun kita tidak bisa melihat-Nya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya. Pernyataan bahwa Allah itu tidak ada hanya karena panca indera manusia yang sangat terbatas, karena Dia tidak bisa diraba dan tidak bisa dilihat, makanya kita tidak bisa mengetahui keberadaan Allah kecuali dengan bukti bukti ciptaan Nya
.إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَمَاوَاتِ وَٱلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ يُغْشِي ٱلْلَّيْلَ ٱلنَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثاً وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ ٱلْخَلْقُ وَٱلأَمْرُ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَالَمِينَ”Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.(Al-A’râf: 54).
2- QIDAM
– القدم : هو صفة سلبية لأنها سلبت و نفت أولية الوجود ، و معناه في حقه سبحانه و تعالى انه قديم لا أول لوجوده قال الله تعالى : { هُوَ ٱلأَوَّلُ وَٱلآخِرُ وَٱلظَّاهِرُ وَٱلْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ } والدليل العقلي على ذلك انه لو لم يكن قديما لكان حادثا و لو كان حادثا لافتقر الى محدث و يفتقر محدثه الى محدث ايضا و لوكان كذلك للزم الدور أو التسلسل و كل واحد منهما مستحيل فالله سبحانه و تعالى قديم لا أول لوجوده و يستحيل عليه الحدوث
Allah itu berada tanpa adanya permulaan. Sebagai Dzat yang menciptakan seluruh alam, Allah pasti lebih dahulu sebelum ciptaan-Nya. Kebalikannya adalah huduts (Baru) yaitu mustahil Allah itu baru dan memiliki permulaan. Allah itu dahulu tanpa awal, tidak berasal dari ”tidak ada” kemudian menjadi ”ada”.
هُوَ ٱلأَوَّلُ وَٱلآخِرُ وَٱلظَّاهِرُ وَٱلْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌAllah adalah Pencipta segala sesuatu. Allah yang menciptakan langit, bumi, serta seluruh isinya termasuk tumbuhan, binatang, dan juga manusia. Allah adalah awal. Dia sudah berada sebelum langit, bumi, tumbuhan, binatang, dan manusia lainnya ada. Tidak mungkin Allah itu baru ada atau lahir setelah makhluk lainnya ada.
Allah berfirman: “ Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (Al Hadiid:3)
Hikmah & Atsar:
Seorang Atheist (kafir) datang kepada Imam Abu Hanifah lalu bertanya: “Tahun berapa Allah itu berada? Abu Hanifah menjawab: “Allah berada sebelum adanya tahun, tidak berawal dalam wujud-Nya.” Orang kafir itu bertanya lagi: “Berikan kepada kami contoh” Beliau menjawab: “Angka berapa sebelum empat? Ia berkata: “Tiga” Abu Hanifah bertanya lagi: “Angka berapa sebelum tiga?” Ia menjawab: “Dua” Abu Hanifah bertanya lagi: “Angka berapa sebelum dua?” Ia memjawab: “Satu” Abu Hanifah betanya lagi: “Angka berapa sebelum satu?” Ia berkata: “Tidak ada sesuatu sebelum angka satu” Lalu Abu Hanifah berkata: “Kalau tidak ada sesuatu sebelum satu. Maka Allah itu esa tidak ada yg mengawali dalam wujudnya.”.
Lalu orang kafir itu bertanya lagi pertanyaan kedua: “Kemana Allah itu berpaling?” Abu Hanifah menjawab: “Kalau anda menyalahkan pelita di tempat yang gelap, kemana cahaya pelita itu berpaling? Ia menjawab: “Ke setiap penjuru” Abu Hanifah berkata: “Kalau cahaya pelita berpaling ke setiap penjur, bagaimana halnya dengan cahaya Allah, pencipta langit dan bumi.”
Lalu orang kafir itu bertanya lagi dengan pertanyaan ketiga: “Terangkan kepada kami tentang dzat Allah. Apakah Ia jamad seperti batu, atau cair seperti air, atau Ia berupa gas?” Abu Hanifah menjawab: “Apakah anda pernah duduk di muka orang yang sedang sakarat?” Ia menjawab: “Pernah” Abu Hanifah bertanya: “Apakah ia bisa bercakap setelah mati?” Ia menjawab: “Tidak bisa” Lalu beliau bertanya lagi: “Apakah ia bisa berbicara sebelum mati?” Ia menjawab: “Bisa” Lalu abu Hanifah bertanya lagi: “Apa yang bisa merobahnya sehingga ia mati?” Ia menjawab: “Keluarnya ruh dari jasadnya” Abu Hanifah mejelaskan: “Oh kalau begitu keluarnya ruh dari jasadnya membuatnya ia tidak bisa berbicara? Ia menjawab: “Betul” Abu Hanifah bertanya: “Sekarang, terangkan kepada saya bagaimana sifatya ruh, apakah ia jamad seperti batu, atau cair seperti air, atau ia seperti gas? Ia menjawab: “Kami tidak tahu sama sekali” Abu Hanifah menjawab: “Jika ruh sebagai makhluk kamu tidak bisa mensifatkanya, bagaimana kamu ingin aku mensifatkan kepada kamu zdatnya Allah.
3- BAQA’
- البقاء : صفة سلبية لأنها سلبت و نفت الفناء و معناه عدم الآخرية للوجود و معناه في حقه تعالى أنه موجود وجودا مستمرا لا آخر له ، قال الله تعالى { كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ } و الديل العقلي على ذلك انه لو لم يكن باقيا لجاز عليه العدم و لو جاز عليه العدم لكان حادثا و كونه حادثا محال لأنه قديم و ما ثبت قدمه استحال عدمه فيستحيل عليه ضده و هو الفناء
Baqa’ (kekal) adalah sifat Salbiyah artinya sifat yang mencabut atau menolak adanya kebinasaan wujud Allah. Dalam arti lain bahwa keberadaan Allah itu kekal, berlanjut tidak binasa atau rusak.
Allah adalah Dzat yang Maha Mengatur alam semesta. Dia selalu ada selama-lamanya dan tidak akan binasa untuk mengatur ciptaan-Nya itu. Hanya kepada-Nya seluruh kehidupan ini akan kembali. Firman Allah:
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَAdapun sifat mustahilnya Fana, artinya rusak. Semua makhluk yang ada di alam semesta ini, baik itu manusia, binatang, tumbuhan, matahari, bulan, bintang, dll, suatu saat akan mengalami kerusakan dan kehancuran. Manusia, betapa pun gagahnya, suatu saat pasti mati. Setiap orang pasti akan mati dan hancur dimakan tanah. Hukum kehancuran berlaku hanya bagi manusia, benda dan meteri. Sedangkan Allah bukan manusia, benda atau materi. Dia adalah Dzat yang tidak terkena hukum kehancuran atau kerusakan. Dia kekal abadi untuk selama lamanya, tidak bisa wafat atau dibunuh. Jika ada Allah yang bisa wafat atau dibunuh, maka itu bukan Allah tapi manusia biasa.
”Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (al-Qashash: 88).
Sungguh, betapa hina dan lemahnya manusia ini di hadapan Allah. Makanya tidak pantas jika ia berbangga diri atau sombong dengan kehebatannya, karena segala kehebatan itu pada akhirnya akan berlalu, yang tersisa hanyalah amal kebaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar